4 Juni 2012
Hari ini, tes terakhir dimulai. Tes wawancara. Melalui tes
ini, para peserta calon asisten diuji mental, kesiapan, dan keloyalan mereka untuk
menjadi seorang asisten. Jika tes-tes sebelumnya para peserta berhadapan dengan
para asisten, maka pada tes wawancara para peserta akan berhadapan langsung
dengan seorang dosen.
Tes wawancaranya dibagi menjadi tiga gelombang yang akan
berlangsung hingga hari rabu. Tiap gelombang akan mendapat jatah satu hari. Di
papan bagian, telah tertempel selembar kertas berisi pembagian gelombang
wawancara. Saya termasuk gelombang kedua yang wawancaranya jatuh pada hari
selasa.
11 Juni 2012
Kebetulan, hari ini tidak ada kuliah. Sistem reproduksi yang
menjadi sistem terakhir pada semester empat juga telah selesai. Ujian-ujian
teori non-blok juga telah dilewati. Tinggal menunggu ujian CSL.
Manual sistem respirasi menjadi temanku seharian, mulai dari
setelah shalat shubuh. Berbicara sendiri untuk melatih kepiawaian
menganamnesis, melihat video CSL yang diambil saat praktik di ruang CSL,
mencari keterangan tambahan melalui Bates,
lalu mempraktikannya pada adik sendiri sebagai orang coba. Terkadang adikku
mengeluh dadanya nyeri saking seringnya saya melakukan perkusi di dadanya.
Beberapa hari pasca tes wawancara berlalu, belum ada
tanda-tanda akan pengumuman final dari penerimaan asisten fisiologi, siapa saja
yang diterima. Terkadang waswas pun menyelinap di hati. Beberapa kali pesan
singkat yang hinggap di telepon genggamku, tapi takada satu pun yang
memberitakan adanya pengumuman tersebut. Sungguh, saya dibuat gantung
karenanya. Entah mengapa ada perasaan kuat untuk mengetahui hasil dari
pengumuman tersebut. Walaupun saya pasrah dengan hasil yang akan keluar. Apapun
itu, saya ikhlas.
Pukul 13.34
Saat terbuai dengan mimpi, telepon genggamku berdering
beberapa kali hingga mengharuskanku untuk terbangun dan menggangkat telepon
tersebut.
“Siapa sih siang-siang
gini nelfon! Gangguin aja.”
Tek
Kutekan tombol ‘terima’.
“Mleekum.”
“Hooaammmm”
“Wa’alaikumsalam... Yann...”
Suara lirih dari seorang wanita.
Kulihat layar handphone-ku.
“Ooh, Nunu. Kirain
siapa! Ehh, saya terbangun nihh gara-gara hapeku bunyii trus. Saya tidur lagi
yaa! Soalnya ngantuk nih begadang tadi malam.”
“Eh, eh, tunggu duluu dong!
Jangan dimatiin. Maaf-maaf! Aku gangguin tidur siang kamu. Belum juga
didengerin apa yang mau aku omongin. Dengerin dulu!”
“Yaa udah. Kenapa
sih?”
Saya masih mencoba untuk mengembalikan kesadaran.
“Yann, pengumuman faal
udah ada.”
Seketika itu, mataku terbuka lebar.
“HAHH? Yang bener
nih?”
“Iyaa.”
“Trus, gimana
hasilnya? Kamu lulus, kan?”
“Alhamdulillah, Yann.”
“Alhamdulillah. Selamat
ya Nunu! Jangan lupa panggil-panggil kalo ada syukuran di bagian, hehe!”
Terdiam. Ia takmenanggapi perkataanku.
“Ehhh, yang lain
gima...”
“Yann...”
Ia memotong ucapanku dengan suara datarnya yang semenjak
tadi takpernah berubah. Intonasinya aneh. Ia tidak seperti biasanya..
“Maafin aku, Yann...
Kamuuu........”
“Saya? Ooh, kalau soal
kelulusan sih saya udah tau kalo nggak lulus, Nunu.”
“IYAA! SEHARUSNYA KAMU
SADAR!!”
Suara Nunu tiba-tiba meninggi.
Saya tersentak.
“KAMU SADAR NGGAK???”
“IYA SAYA SADAR!! KAMU
PUAASSSS!!!”
Saya mulai sedikit emosi. Suaraku juga mulai meninggi.
“NGGAK!!! KAMU NGGAK
SADAR KALAU KAMU TUH LULUS!!!”
“Apaa?”
Suaraku kembali merendah.
“Hei! Kamu lulus, Yann! Lulus!”
Intonasi suaranya kemudian berubah 180 derajat.
Tiba-tiba tanpa disadari, saya menjatuhkan handphone-ku. Kaget.
Masih sulit untuk mempercayainya.
Kucoba untuk mencubit pipiku, mencari tahu apakah saya
terjebak di alam mimpi. Siapa tahu saya berada dalam Inception.
Auch, sakit!
Berarti...
“Yann, hei! Yann, kamu dimana? Pulsa nih, pulsa!” Suara
keras Nunu memecah lamunanku yang berjalan selama tujuh detik.
Saya bergegas mengangkat kembali telepon genggamku.
“NUUUUUNUUUUUUUUU!!!”
“HAHAHAHAHAH!! Kena
deh!”
Ia tertawa terbahak-bahak setelah ‘mempermainkan’-ku.
“Awas yaa nanti kalau
ketemu!”
“Eh, Aku lari
duluan! Bwee’!”
“Issh, ini anak! Tapi,
Kamu nggak bohong kan, Nunu?”
“Bo’ong nggak yaa!
Hahaha! Iya, masa’ aku bohong sih! Kalo nggak percaya, tanya aja Baim! Dia tadi
yang ngasih tau aku. Kebetulan tadi dia di kampus.”
Alhamdulillah yaa Allah.
Taklepas kuucapkan
hamdalah terus didalam hati.
“Makasih yaa Nuu.”
Tanpa sadar, air mata haru pun berlinang keluar dari cantus medial dan bersandar di pipiku. Masuk
pula melalui punctum lacrimalis,
melewati ductus nasolacrimalis dan
akhirnya bermuara di cavum nasi. Air pun
keluar dari hidungku. Tiba-tiba, bernafas terdengar seperti sedang flu.
“Iya, sama-sama, Yann.
Eh, kamu nangis, ya? Hayoooo!”
“Ehh, nggak kok! Siapa
bilang? Cowok tampan kan antinangis, antigalau.”
“Hahaha, kamu nggak
bisa boong! Tuh, tiba-tiba kamu terisak-isak.”
“Beneraaan kok! Suer!
Lagian saya memang lagi flu kali!”
“ Haha, ya
udah! Lanjut tidur sana. Aku mau ngasih tau teman-teman yang lain.”
“Hehe, iya Nunu.”
“assalamu’alaikum.”
“wa’alaikumsalam.”
tiiit-tiiit-tiiit-tiiit-tiiit.....
Seketika itu, saya pun sujud syukur. Tangis yang tertahan
pun meledak. Saya takdapat banyak berkata-kata saat itu.
-SELESAI-
Alhamdulillah penuh
syukur kepada Allah SWT dengan segala rahmat dan kasih sayang-Nya kepada setiap
makhluk.
Salam dan salawat
dijunjungkan untuk nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya
hingga akhir zaman.
Terima kasih kepada
ibu yang selalu memberi support dan takhenti mendoakan anaknya ini yang tengah
berjuang mewujudkan impiannya.
Terima kasih kepada
sahabat saya, Bang Afandy dengan petuah-petuahnya yang bijak. Memberikanku
semangat disaat saya ‘down’.
Terima kasih kepada
dosen-dosen kami yang mengajarkan ilmu yang didapatnya dengan susah payah.
Semoga kami bisa meneladani ketekunan mereka.
Terima kasih kepada
kanda-kanda asisten angkatan 2008 dan 2009 yang memberikan banyak masukan,
kritik, dan saran yang membangun. Tegurlah, jika kami khilaf menjalankan amanah
ini..
Terima kasih juga
kepada teman-teman asisten 2010 -fikry, fikri, puspita, nurul, aji, supari,
ifa, dea, dewi, fitri, ana, rezky, nadirah, dan yayu- yang mau berjuang bersama
sebagai pecinta fisiologi. Semoga tetap amanah menjalankan tugas.
Dan juga, terima kasih
kepada para pembaca yang bersedia mengikuti dan membaca tulisan sederhana ini
hingga episode terakhir.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusIbnu... Sy salah satu saksi hidup episode ini, HAHAHA, percakapan telfon di atas didramatisir dgn gaya khas ala-ala ibnu memang... CKCKCK, banyak lanjutannya ini nach, bikin sinetron yuk...
BalasHapus