Sabtu, 29 September 2012

Boyband Berpantun (Episode 5)


4 Juni 2012
Hari ini, tes terakhir dimulai. Tes wawancara. Melalui tes ini, para peserta calon asisten diuji mental, kesiapan, dan keloyalan mereka untuk menjadi seorang asisten. Jika tes-tes sebelumnya para peserta berhadapan dengan para asisten, maka pada tes wawancara para peserta akan berhadapan langsung dengan seorang dosen.
Tes wawancaranya dibagi menjadi tiga gelombang yang akan berlangsung hingga hari rabu. Tiap gelombang akan mendapat jatah satu hari. Di papan bagian, telah tertempel selembar kertas berisi pembagian gelombang wawancara. Saya termasuk gelombang kedua yang wawancaranya jatuh pada hari selasa.
11 Juni 2012
Kebetulan, hari ini tidak ada kuliah. Sistem reproduksi yang menjadi sistem terakhir pada semester empat juga telah selesai. Ujian-ujian teori non-blok juga telah dilewati. Tinggal menunggu ujian CSL.
Manual sistem respirasi menjadi temanku seharian, mulai dari setelah shalat shubuh. Berbicara sendiri untuk melatih kepiawaian menganamnesis, melihat video CSL yang diambil saat praktik di ruang CSL, mencari keterangan tambahan melalui Bates, lalu mempraktikannya pada adik sendiri sebagai orang coba. Terkadang adikku mengeluh dadanya nyeri saking seringnya saya melakukan perkusi di dadanya.
Beberapa hari pasca tes wawancara berlalu, belum ada tanda-tanda akan pengumuman final dari penerimaan asisten fisiologi, siapa saja yang diterima. Terkadang waswas pun menyelinap di hati. Beberapa kali pesan singkat yang hinggap di telepon genggamku, tapi takada satu pun yang memberitakan adanya pengumuman tersebut. Sungguh, saya dibuat gantung karenanya. Entah mengapa ada perasaan kuat untuk mengetahui hasil dari pengumuman tersebut. Walaupun saya pasrah dengan hasil yang akan keluar. Apapun itu, saya ikhlas.

Pukul 13.34
Saat terbuai dengan mimpi, telepon genggamku berdering beberapa kali hingga mengharuskanku untuk terbangun dan menggangkat telepon tersebut.

“Siapa sih siang-siang gini nelfon! Gangguin aja.”

Tek
Kutekan tombol ‘terima’.

“Mleekum.”

“Hooaammmm”

“Wa’alaikumsalam... Yann...”
Suara lirih dari seorang wanita.

Kulihat layar handphone-ku.
“Ooh, Nunu. Kirain siapa! Ehh, saya terbangun nihh gara-gara hapeku bunyii trus. Saya tidur lagi yaa! Soalnya ngantuk nih begadang tadi malam.”
“Eh, eh, tunggu duluu dong! Jangan dimatiin. Maaf-maaf! Aku gangguin tidur siang kamu. Belum juga didengerin apa yang mau aku omongin. Dengerin dulu!”
“Yaa udah. Kenapa sih?”

Saya masih mencoba untuk mengembalikan kesadaran.

“Yann, pengumuman faal udah ada.”

Seketika itu, mataku terbuka lebar.
“HAHH? Yang bener nih?”
“Iyaa.”
“Trus, gimana hasilnya? Kamu lulus, kan?”
“Alhamdulillah, Yann.”
“Alhamdulillah. Selamat ya Nunu! Jangan lupa panggil-panggil kalo ada syukuran di bagian, hehe!”

Terdiam. Ia takmenanggapi perkataanku.

“Ehhh, yang lain gima...”
“Yann...”
Ia memotong ucapanku dengan suara datarnya yang semenjak tadi takpernah berubah. Intonasinya aneh. Ia tidak seperti biasanya..

“Maafin aku, Yann... Kamuuu........”
“Saya? Ooh, kalau soal kelulusan sih saya udah tau kalo nggak lulus, Nunu.”
“IYAA! SEHARUSNYA KAMU SADAR!!”
Suara Nunu tiba-tiba meninggi.

Saya tersentak.
“KAMU SADAR NGGAK???”
“IYA SAYA SADAR!! KAMU PUAASSSS!!!”
Saya mulai sedikit emosi. Suaraku juga mulai meninggi.

“NGGAK!!! KAMU NGGAK SADAR KALAU KAMU TUH LULUS!!!”
“Apaa?”
Suaraku kembali merendah.

 “Hei! Kamu lulus, Yann! Lulus!”
Intonasi suaranya kemudian berubah 180 derajat.

Tiba-tiba tanpa disadari, saya menjatuhkan handphone-ku. Kaget.
Masih sulit untuk mempercayainya.
Kucoba untuk mencubit pipiku, mencari tahu apakah saya terjebak di alam mimpi. Siapa tahu saya berada dalam Inception.

Auch, sakit! Berarti...

“Yann, hei! Yann, kamu dimana? Pulsa nih, pulsa!”  Suara keras Nunu memecah lamunanku yang berjalan selama tujuh detik.

Saya bergegas mengangkat kembali telepon genggamku.

“NUUUUUNUUUUUUUUU!!!”
“HAHAHAHAHAH!! Kena deh!”
Ia tertawa terbahak-bahak setelah ‘mempermainkan’-ku.

“Awas yaa nanti kalau ketemu!”
“Eh, Aku lari duluan! Bwee’!”
“Issh, ini anak! Tapi, Kamu nggak bohong kan, Nunu?”
“Bo’ong nggak yaa! Hahaha! Iya, masa’ aku bohong sih! Kalo nggak percaya, tanya aja Baim! Dia tadi yang ngasih tau aku. Kebetulan tadi dia di kampus.”
Alhamdulillah yaa Allah.
Taklepas kuucapkan hamdalah terus didalam hati.
“Makasih yaa Nuu.”

Tanpa sadar, air mata haru pun berlinang keluar dari cantus medial dan bersandar di pipiku. Masuk pula melalui punctum lacrimalis, melewati ductus nasolacrimalis dan akhirnya bermuara di cavum nasi. Air pun keluar dari hidungku. Tiba-tiba, bernafas terdengar seperti sedang flu.

“Iya, sama-sama, Yann. Eh, kamu nangis, ya? Hayoooo!”
“Ehh, nggak kok! Siapa bilang? Cowok tampan kan antinangis, antigalau.”
“Hahaha, kamu nggak bisa boong! Tuh, tiba-tiba kamu terisak-isak.”
“Beneraaan kok! Suer! Lagian saya memang lagi flu kali!”
“ Haha, ya udah! Lanjut tidur sana. Aku mau ngasih tau teman-teman yang lain.”
“Hehe, iya Nunu.”
“assalamu’alaikum.”
“wa’alaikumsalam.”
tiiit-tiiit-tiiit-tiiit-tiiit.....

Seketika itu, saya pun sujud syukur. Tangis yang tertahan pun meledak. Saya takdapat banyak berkata-kata saat itu.
                                                                -SELESAI-

Alhamdulillah penuh syukur kepada Allah SWT dengan segala rahmat dan kasih sayang-Nya kepada setiap makhluk.

Salam dan salawat dijunjungkan untuk nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya hingga akhir zaman.

Terima kasih kepada ibu yang selalu memberi support dan takhenti mendoakan anaknya ini yang tengah berjuang mewujudkan impiannya.

Terima kasih kepada sahabat saya, Bang Afandy dengan petuah-petuahnya yang bijak. Memberikanku semangat disaat saya ‘down’.

Terima kasih kepada dosen-dosen kami yang mengajarkan ilmu yang didapatnya dengan susah payah. Semoga kami bisa meneladani ketekunan mereka.

Terima kasih kepada kanda-kanda asisten angkatan 2008 dan 2009 yang memberikan banyak masukan, kritik, dan saran yang membangun. Tegurlah, jika kami khilaf menjalankan amanah ini..
Terima kasih juga kepada teman-teman asisten 2010 -fikry, fikri, puspita, nurul, aji, supari, ifa, dea, dewi, fitri, ana, rezky, nadirah, dan yayu- yang mau berjuang bersama sebagai pecinta fisiologi. Semoga tetap amanah menjalankan tugas.

Dan juga, terima kasih kepada para pembaca yang bersedia mengikuti dan membaca tulisan sederhana ini hingga episode terakhir.

3 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. Ibnu... Sy salah satu saksi hidup episode ini, HAHAHA, percakapan telfon di atas didramatisir dgn gaya khas ala-ala ibnu memang... CKCKCK, banyak lanjutannya ini nach, bikin sinetron yuk...

    BalasHapus