Selasa, 11 September 2012

Boyband Berpantun (Episode 3)


15 Mei 2012, Pukul 17.06

Pengumuman kedua pun diumumkan. Semua peserta berkumpul di ruangan kuliah RKF untuk diumumkan hasil tes tulis sebagai tahap seleksi kedua. Jantung mulai berirama cepat, lupdup-lupdup.

Kok lewat slide? Perasaan tahun lalu nggak seperti ini deh.” Kata seorang teman yang menjadi peserta juga.

Tahun lalu, pengumumannya diumumkan melalui selembar kertas yang ditempel di papan pengumuman dekat bagian fisiologi. Pengumumannya diurut berdasarkan nilai tertinggi hingga nilai terendah dan disertakan pula dengan nilainya.

“Dan inilah hasilnya...” kata seorang asisten yang siap membuka slide hasil pengumuman tes pertama.
Jantungku berdetak semakin cepat. Keringat bercucuran layaknya air mancur. Bersiap-siap menelan pahitnya saliva untuk hasil yang paling mengerikan. Mulut pun kering akibat dominannya aktivitas saraf simpatis pada kelenjar saliva. Ingin rasanya teriak sekeras-kerasnya.

Sreeet!! Jeng-jeng!!
Sunyi, terdiam sejenak *suara angin bertiup

Perasaan pengumumannya nggak berubah dibanding pengumuman berkas sebelumnya? batinku.

Sambil menaikkan alis, saya cermati kembali hasil pengumumannya.

“Yaaaaa, udah liat semua?” Suara itu memecah keheningan diantara para peserta.
“Bersyukurlah kalian lulus semua!”
“HAH?” semua berteriak kaget.
Ah, masa' sih! Perasaan banyak salahku deh!
“Kalian tidak perlu kaget. Kalian lulus semua. Tapi, jangan senang dulu! Ada 'tapi'nya! Sekedar informasi, nilai kalian tidak ada yang melewati enam puluh! Urutan nama yang kalian liat di layar pun bukan diurut berdasarkan nilai.”

Di slide tersebut memang tidak dicantumkan nilai. Tapi kalau mendengar nilainya yang ‘memuaskan’ ini, wajar saja kalau pengumumannya dilakukan seperti ini. Mungkin saja menghindari kemirisan dari para mahasiswa lain yang melihat nilainya mengingat nilai yang didapat oleh para asisten-asisten sebelumnya pada tahun lalu lebih mencengangkan. Bahkan ada yang mencapai sembilan puluhan.

Setidaknya kehancuran nilaiku tidak terlihat.

“Jadi, selamat untuk kalian semua. Selanjutnya, kita akan melangkah ke tes berikutnya, yaitu tes presentasi. Sedikit penjelasan mengenai presentasi.. kalian yang mendapatkan giliran presentasi memiliki waktu satu hari untuk persiapan. Jadi yang naik 'arisannya' sebentar, sudah presentasi besok. Waktu presentasi 11 menit. 10 menit untuk presentasikan bahan, 1 menit untuk pantun kalian.

Pantun sudah merupakan barang wajib yang harus dibawakan diakhir presentasi sebelum sesi pertanyaan.

“Buatlah slide kalian semenarik mungkin. Presentasikan yang penting-penting saja. Jangan gunakan slide kuliah dosen atau asisten. Jangan lupa juga cantumkan referensi. Efisiensikan waktu yang ada.”

Tidak singkat, amat padat dan terlalu jelas.

Melihat dari peraturan-peraturan yang diberikan, dapat menjelaskan bagaimana sosok ideal dari seorang asisten fisiologi.

Waktu. Perlu diperhatikan ketika mengajar. Amat keramat! Harus konsisten dengan waktu yang diberikan.
Waktu. Penting di-cam-kan baik-baik bukan hanya untuk para asisten dan bukan hanya untuk mahasiswa kedokteran, tetapi juga yang telah berprofesi sebagai dokter.
Waktu. bisa menggambarkan bagaimana kedisiplinan seseorang.
Waktu. Selalu ditekankan oleh para dosen ketika mengajar dan dengannya pula mereka menjadi sangat angker jika mahasiswa kedokteran terlambat datang menghadiri kuliah, praktikum, Problem Based Learning (PBL) ataupun Clinical Skill Lab (CSL). Bahkan para mahasiswa akan mendengarkan kalimat yang halus namun sangat menyentuh dari bibir sang dosen,

“Silahkan tutup pintunya... DARI LUAR...”

Kalau sang mahasiswa protes dengan berbagai alasan, dosen pun menimpali.
Problem?  *nineGag

Dan dengan waktu pula. nyawa seorang pasien dapat bertemu dengan malaikat maut. Sepele, tapi sangat tragis jika ‘kepulangan’ sang pasien dengan cara seperti ini.
Selain itu adalah referensi. Adalah payah bin tercela jika seorang mahasiswa kedokteran ataupun tenaga medis berpikir, berbicara, dan melakukan tindakan tanpa berdasarkan referensi yang jelas dan telah diakui. Tidak bisa seenak perut. Itulah yang disebut Evidence Based. Karena ilmu kedokteran adalah ilmu ilmiah sehingga perlu referensi untuk menjelaskannya. Terlebih lagi kelak jika telah menjadi seorang dokter, akan langsung berhadapan dengan pasien. Seorang manusia. Yang harus dihargai, diperlakukan dan dirawat sebagaimana mestinya. Jika menangani mereka tanpa menggunakan ilmu yang memiliki referensi, malpraktik pun siap menjebaknya.

“Sebelumnya, kita akan undi terlebih dahulu siapa yang akan menjadi presenter untuk besok serta bahan yang akan dipresentasikannya.”

Prinsip pengundiannya menggunakan sistem arisan. Dua gelas aqua akan digunakan sebagai sarana untuk mengundi. Di dalamnya terdapat lipatan-lipatan kertas yang telah digulung seperti kue dadar. Gelas aqua pertama berisi nama masing-masing calon asisten fisiologi, sedangkan gelas aqua kedua berisi bahan-bahan yang akan dipresentasikan oleh nama yang keluar dari gelas aqua pertama.

Perasaanku kok nggak enak yaa? Padahal saya nggak kepengen Be-A-Be. Aduh! Jangan, jangan...

Tektektektek.

Gelas aqua pertama pun digoncangkan. Hati dan perasaanku ikut bergoyang saking gelisahnya disituasi semacam ini. Nafas pun hampir copot.

Dan... keluarlah satu nama.
Sambil menjambak rambut sendiri, menahan nafas, dan menutup mata.

“Muhammad Herdian Firmansyah... mana orangnya?”
“Hah? Saya pertama? Saya presenter pertama?”

Dunia seakan berhenti berputar. Nyawa seakan terlepas dari tubuh. Pandangan kosong ke depan. Berharap nama itu hanya klise.

“Mana Herdian?”
“Oh, iya, saya!”
“Silahkan maju ke depan untuk penentuan materi yang akan kamu presentasikan besok.”

Dengan langkah tertatih saya maju..

“Sekarang, kocok gelas aquanya.”

Entah mengapa disaat seperti itu, timbul jiwa ‘mengejekku’.

Emang telur dadar yaa dikocok?

Untuk menghilangkan kesan tremor di tangan karena gugup, saya mengguncang gelasnya dengan sedikit keras. Namun, tetap terlihat legeartis.

Tektektektek.

Lirih kuucapkan, “bismillah.”

Swing!

Satu kertas terhempas..
Kalimat yang terterah di kertas tersebut pun saya eja..

Fi-si-o-lo-gi... ti-dur...

Hening sejenak.

Tiba-tiba sambutan tepuk tangan pun berdatangan seakan saya telah memenangkan hadiah sebuah nobel.
Pertanyaan pun muncul dalam benakku.

Emang materi ini pernah dikuliahkan?
“Materinya ada kok di guyton...” Kata Lia, salah seorang asisten yang membuyarkan lamunanku. Berusaha membantu menghilangkan kepanikan yang takdapat disembunyikan dari ekspresi wajahku.

Cek per cek, ternyata fisiologi tidur adalah bahan presentasi yang baru dimasukkan dalam tes presentasi pada tahun ini. Itu artinya, saya menjadi 'slider' pertama yang akan membuat slide asistensi mengenai fisiologi tidur.
Saya sama sekali tidak punya bayangan dalam membuat slide presentasi itu.

Udah pertama, dapat fisiologi tidur lagi!

Takada waktu untuk mengeluh. Takada waktu untuk galau. Dan pastinya, takada waktu untuk tidur.
                                                                                  **************

Kamar, tengah malam yang sunyi, pukul 00.58

Kepala pun masih puyeng setelah tidur hanya tiga jam. Betul-betul tidak tenang. Fisiologi tidur ini menghantuiku dalam tidur.
Setelah shalat isya tadi, memang saya sempat mencari-cari sedikit bahan sebagai referensi untuk pembuatan slide. Sayangnya, tubuh ini seakan berteriak padaku menandakan kelelahan fisik yang begitu amat sangat. Aktivitas seharian di kampus ditambah dengan banyaknya pikiran, menyebabkanku takberdaya malam itu.
Seakan telah menjadi refleks alamiah, sewaktu bangun, yang pertama kali dicari adalah sebuah benda berwarna hitam berukuran segenggam telapak tangan. Telepon genggam. Melihat apakah ada sms ataupun Blackberry Messenger yang masuk.

“Ada...”

Ternyata pesan singkat dengan nomor yang takdikenal.

Assalamu’alaikum.
Ian, ini Lia.  Materimu ada di bagian sistem saraf motorik. Unit 11, guyton. Ad jg d sherwood. Cuma sedikit. Mnrtku cr aj gmbar bnyk2 di internet. Trus bs jg ditambahkan mteri dr internet ttg jam2 istirahatnya organ.
Smangat yaa!

Saya pun mengambil air wudhu. Mencoba menyegarkan wajah dan berharap rasa kantuk yang mendera pergi. Lalu guyton pun kuraih yang seakan memanggilku daritadi untuk memulai melanjutkan kembali pengembaraanku membuat slide.

Beberapa kali saya membolak-balikkan lembaran materi mengenai fisiologi tidur. Sangat sedikit materi yang disajikan di buku yang setebal kurang lebih 5 cm itu. Apalagi, saya mengalami kesulitan untuk fokus mengingat rasa kantuk yang secara gerilya menginvasi dan menggoda layaknya syaitan yang mengganggu manusia. Padahal, slideku pun baru setengah yang jadi. Itupun belum dengan penjelasan yang baik. Belum lagi pantun yang membuat saya jungkir balik memikirkannya. Dan masih banyak ‘belum lagi-belum lagi’ lainnya yang menyesakkan pikiranku.

Dengan keadaan yang seperti ini, saya pikir harus meminta petunjuk kepada Sang Pencipta. Mengharapkan ketenangan batin dan kejernihan pikiran melalui tahajjud.
Jelas, takdiragukan lagi. Dua rakaat tahajjud ditambah witir menyebabkan hati pun menjadi lebih damai layaknya sebuah perangkat komputer yang telah di refresh.  Dan lebih mencengangkan lagi, tanpa tahu darimana asalnya, pantun itu pun muncul dalam pikiranku.

Biarin aja! Dari pada nggak ada!
-uSaha terUs mesKipun Situasi sEmakin Sulit-
Display picture di Blackberry Messangger menjadi pilihanku saat itu..

Shubuh itu, dengan semangat juang empat-lima, saya berusaha menyelesaikan slide yang bisa dikerjakan terlebih dahulu. Saya tidak boleh kalah dengan keadaan. Mengingat masa-masa sulit seperti ini merupakan hal yang biasa dilewati oleh para mahasiswa kedokteran. Mulai dari jaman pengkaderan sewaktu masih menjadi mahasiswa baru, ngerjain tugas gizi, belajar untuk PBL, belajar untuk ujian atau sekedar membicarakan kemajuan dari lembaga di kampus. Belum lagi waktu jaga yang nantinya akan didapati saat menjalani pendidikan di klinik ataupun setelah berprofesi menjadi seorang dokter. Inilah tetekbengek kehidupan mahasiswa kedokteran. Yang jelas, tentunya dilakukan dengan penuh keikhlasan dan mengharap ridho-Nya. Kembali dari niat pribadi.

banyak amalan kecil yang menjadi besar akibat niatnya, dan banyak amalan besar yang menjadi kecil akibat niatnya pula (Abdullah Ibnu Mubarak)

to be continued.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar