15 Mei 2012, Pukul 17.06
Pengumuman kedua pun diumumkan. Semua peserta berkumpul di ruangan kuliah RKF untuk diumumkan hasil tes
tulis sebagai tahap seleksi kedua. Jantung mulai berirama
cepat, lupdup-lupdup.
“Kok lewat slide? Perasaan tahun lalu nggak seperti ini deh.”
Kata seorang teman yang menjadi peserta juga.
Tahun lalu, pengumumannya diumumkan melalui selembar kertas
yang ditempel di papan pengumuman dekat bagian fisiologi. Pengumumannya diurut
berdasarkan nilai tertinggi hingga nilai terendah dan disertakan pula dengan
nilainya.
“Dan inilah hasilnya...” kata seorang asisten yang siap membuka slide hasil
pengumuman tes pertama.
Jantungku berdetak
semakin cepat. Keringat
bercucuran layaknya air mancur. Bersiap-siap menelan pahitnya saliva untuk hasil
yang paling mengerikan. Mulut pun kering akibat dominannya aktivitas saraf
simpatis pada kelenjar saliva. Ingin rasanya teriak sekeras-kerasnya.
Sreeet!! Jeng-jeng!!
Sunyi, terdiam sejenak *suara angin bertiup
Perasaan pengumumannya
nggak berubah dibanding pengumuman berkas sebelumnya? batinku.
Sambil menaikkan alis, saya cermati kembali hasil
pengumumannya.
“Yaaaaa, udah liat
semua?” Suara itu memecah keheningan diantara para peserta.
“Bersyukurlah kalian
lulus semua!”
“HAH?” semua
berteriak kaget.
Ah, masa' sih! Perasaan banyak salahku deh!
“Kalian tidak perlu
kaget. Kalian lulus semua. Tapi, jangan senang dulu! Ada 'tapi'nya! Sekedar informasi, nilai kalian tidak
ada yang melewati enam puluh! Urutan nama yang kalian liat di layar pun bukan diurut berdasarkan nilai.”
Di slide tersebut memang tidak dicantumkan nilai. Tapi kalau
mendengar nilainya yang ‘memuaskan’ ini, wajar saja kalau pengumumannya
dilakukan seperti ini. Mungkin saja menghindari kemirisan dari para mahasiswa
lain yang melihat nilainya mengingat nilai yang
didapat oleh para asisten-asisten sebelumnya pada tahun lalu lebih
mencengangkan. Bahkan ada yang mencapai sembilan puluhan.
Setidaknya kehancuran
nilaiku tidak terlihat.
“Jadi, selamat untuk
kalian semua. Selanjutnya, kita akan melangkah ke tes berikutnya, yaitu tes
presentasi. Sedikit penjelasan mengenai presentasi.. kalian yang mendapatkan
giliran presentasi memiliki waktu satu hari untuk persiapan.
Jadi yang naik 'arisannya' sebentar, sudah
presentasi besok. Waktu presentasi 11 menit. 10 menit untuk presentasikan
bahan, 1 menit untuk pantun kalian.”
Pantun sudah merupakan barang wajib yang harus dibawakan
diakhir presentasi sebelum sesi pertanyaan.
“Buatlah slide kalian
semenarik mungkin. Presentasikan yang penting-penting saja. Jangan gunakan
slide kuliah dosen atau asisten. Jangan lupa juga cantumkan referensi.
Efisiensikan waktu yang ada.”
Tidak singkat, amat padat dan terlalu jelas.
Melihat dari peraturan-peraturan yang diberikan, dapat menjelaskan bagaimana sosok ideal dari seorang asisten fisiologi.
Waktu. Perlu
diperhatikan ketika mengajar. Amat keramat! Harus konsisten dengan waktu yang
diberikan.
Waktu. Penting
di-cam-kan baik-baik bukan hanya
untuk para asisten dan bukan hanya untuk
mahasiswa kedokteran, tetapi juga yang telah berprofesi sebagai dokter.
Waktu. bisa menggambarkan bagaimana kedisiplinan seseorang.
Waktu. Selalu ditekankan oleh para dosen ketika mengajar
dan dengannya pula mereka
menjadi sangat angker jika mahasiswa kedokteran terlambat datang menghadiri
kuliah, praktikum, Problem Based Learning
(PBL) ataupun Clinical Skill Lab
(CSL). Bahkan para mahasiswa akan mendengarkan kalimat yang halus namun sangat
menyentuh dari bibir sang dosen,
“Silahkan tutup
pintunya... DARI LUAR...”
Kalau sang mahasiswa protes dengan berbagai alasan, dosen pun
menimpali.
Problem? *nineGag
Dan dengan waktu pula. nyawa seorang pasien dapat bertemu
dengan malaikat maut. Sepele, tapi sangat tragis jika ‘kepulangan’ sang pasien
dengan cara seperti ini.
Selain itu adalah referensi. Adalah payah bin tercela jika
seorang mahasiswa kedokteran ataupun tenaga medis berpikir, berbicara, dan
melakukan tindakan tanpa berdasarkan referensi yang jelas dan telah diakui.
Tidak bisa seenak perut. Itulah yang disebut Evidence Based. Karena ilmu kedokteran adalah ilmu ilmiah sehingga
perlu referensi untuk menjelaskannya. Terlebih lagi kelak jika telah menjadi
seorang dokter, akan langsung berhadapan dengan pasien. Seorang manusia. Yang
harus dihargai, diperlakukan dan dirawat sebagaimana mestinya. Jika menangani
mereka tanpa menggunakan ilmu yang memiliki referensi, malpraktik pun siap
menjebaknya.
“Sebelumnya, kita akan
undi terlebih dahulu siapa yang akan menjadi presenter untuk besok serta bahan
yang akan dipresentasikannya.”
Prinsip pengundiannya menggunakan sistem arisan. Dua gelas
aqua akan digunakan sebagai sarana untuk mengundi. Di dalamnya terdapat
lipatan-lipatan kertas yang telah digulung seperti kue dadar. Gelas aqua
pertama berisi nama masing-masing calon asisten fisiologi, sedangkan gelas aqua
kedua berisi bahan-bahan yang akan dipresentasikan oleh nama yang keluar dari
gelas aqua pertama.
Perasaanku kok nggak
enak yaa? Padahal saya nggak kepengen Be-A-Be. Aduh!
Jangan, jangan...
Tektektektek.
Gelas aqua pertama pun digoncangkan. Hati dan perasaanku
ikut bergoyang saking gelisahnya disituasi semacam ini. Nafas pun hampir copot.
Dan... keluarlah satu nama.
Sambil menjambak rambut sendiri, menahan nafas, dan menutup mata.
“Muhammad Herdian Firmansyah... mana orangnya?”
“Hah? Saya pertama?
Saya presenter pertama?”
Dunia seakan berhenti berputar. Nyawa seakan terlepas dari
tubuh. Pandangan kosong ke depan. Berharap nama itu hanya klise.
“Mana Herdian?”
“Oh, iya, saya!”
“Silahkan maju ke
depan untuk penentuan materi yang akan kamu presentasikan besok.”
Dengan langkah tertatih saya maju..
“Sekarang, kocok gelas
aquanya.”
Entah mengapa disaat seperti itu, timbul jiwa ‘mengejekku’.
Emang telur dadar yaa
dikocok?
Untuk menghilangkan kesan tremor di tangan karena gugup, saya mengguncang gelasnya dengan
sedikit keras. Namun, tetap
terlihat legeartis.
Tektektektek.
Lirih kuucapkan, “bismillah.”
Swing!
Satu kertas terhempas..
Kalimat yang terterah di kertas tersebut pun saya eja..
Fi-si-o-lo-gi... ti-dur...
Hening sejenak.
Tiba-tiba sambutan tepuk tangan pun berdatangan seakan saya
telah memenangkan hadiah sebuah nobel.
Pertanyaan pun muncul dalam benakku.
Emang materi ini
pernah dikuliahkan?
“Materinya ada kok di guyton...”
Kata Lia, salah seorang asisten yang membuyarkan lamunanku. Berusaha
membantu menghilangkan kepanikan yang takdapat disembunyikan dari ekspresi
wajahku.
Cek per cek,
ternyata fisiologi tidur adalah bahan presentasi yang baru dimasukkan dalam tes
presentasi pada tahun ini. Itu artinya, saya menjadi 'slider' pertama yang akan membuat slide asistensi mengenai
fisiologi tidur.
Saya
sama sekali tidak punya bayangan dalam membuat slide presentasi itu.
Udah pertama, dapat
fisiologi tidur lagi!
Takada waktu untuk mengeluh. Takada waktu untuk galau. Dan
pastinya, takada waktu untuk tidur.
**************
Kamar, tengah malam yang sunyi, pukul 00.58
Kepala pun masih
puyeng setelah tidur hanya tiga jam. Betul-betul tidak tenang. Fisiologi
tidur ini menghantuiku dalam tidur.
Setelah shalat isya tadi, memang saya sempat mencari-cari
sedikit bahan sebagai referensi untuk
pembuatan slide. Sayangnya, tubuh ini seakan berteriak padaku menandakan
kelelahan fisik yang begitu amat sangat. Aktivitas seharian di kampus ditambah dengan banyaknya
pikiran, menyebabkanku takberdaya malam itu.
Seakan telah menjadi refleks alamiah, sewaktu bangun, yang
pertama kali dicari adalah sebuah benda berwarna hitam berukuran segenggam telapak tangan. Telepon
genggam. Melihat apakah ada sms ataupun Blackberry
Messenger yang masuk.
“Ada...”
Ternyata pesan
singkat dengan nomor yang
takdikenal.
Assalamu’alaikum.
Ian, ini Lia. Materimu ada
di bagian sistem saraf motorik. Unit 11, guyton. Ad jg d sherwood. Cuma
sedikit. Mnrtku cr aj gmbar bnyk2 di internet. Trus bs jg ditambahkan mteri dr
internet ttg jam2 istirahatnya organ.
Smangat yaa!
Saya pun mengambil air wudhu. Mencoba menyegarkan wajah dan
berharap rasa kantuk yang mendera pergi. Lalu guyton pun kuraih yang seakan memanggilku daritadi untuk
memulai melanjutkan kembali pengembaraanku
membuat slide.
Beberapa kali saya membolak-balikkan lembaran materi
mengenai fisiologi tidur. Sangat sedikit materi yang disajikan di buku yang
setebal kurang lebih 5 cm itu. Apalagi, saya mengalami kesulitan untuk fokus mengingat rasa kantuk yang secara gerilya menginvasi
dan menggoda layaknya syaitan yang mengganggu manusia. Padahal, slideku pun
baru setengah yang jadi. Itupun belum dengan
penjelasan yang baik. Belum lagi pantun yang membuat saya jungkir balik
memikirkannya. Dan masih banyak ‘belum lagi-belum lagi’ lainnya yang
menyesakkan pikiranku.
Dengan keadaan yang seperti ini, saya pikir harus meminta
petunjuk kepada Sang Pencipta. Mengharapkan ketenangan batin dan kejernihan
pikiran melalui tahajjud.
Jelas, takdiragukan lagi. Dua rakaat tahajjud ditambah witir
menyebabkan hati pun menjadi lebih damai layaknya sebuah perangkat komputer
yang telah di refresh. Dan lebih mencengangkan lagi, tanpa tahu
darimana asalnya, pantun itu pun muncul dalam pikiranku.
Biarin aja! Dari pada
nggak ada!
-uSaha terUs mesKipun Situasi sEmakin Sulit-
Display picture di
Blackberry Messangger menjadi
pilihanku saat itu..
Shubuh itu, dengan semangat juang empat-lima, saya berusaha
menyelesaikan slide yang bisa dikerjakan terlebih dahulu. Saya tidak boleh
kalah dengan keadaan. Mengingat masa-masa sulit seperti ini merupakan hal yang
biasa dilewati oleh para mahasiswa kedokteran. Mulai dari jaman pengkaderan sewaktu masih menjadi
mahasiswa baru, ngerjain tugas gizi,
belajar untuk PBL, belajar untuk ujian atau sekedar membicarakan kemajuan dari
lembaga di kampus. Belum lagi waktu jaga yang nantinya akan
didapati saat menjalani pendidikan di klinik ataupun setelah berprofesi menjadi seorang dokter. Inilah tetekbengek kehidupan mahasiswa
kedokteran. Yang jelas, tentunya dilakukan dengan penuh keikhlasan dan
mengharap ridho-Nya. Kembali
dari niat pribadi.
banyak amalan kecil yang menjadi besar akibat niatnya, dan banyak
amalan besar yang menjadi kecil akibat niatnya pula (Abdullah Ibnu Mubarak)
to be continued.
to be continued.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar