Mengetahui hal ini adalah hal yang sangat penting, khususnya perbedaan antara
mani dan madzi, karena masih banyak di kalangan kaum muslimin yang belum bisa
membedakan antara keduanya. Yang karena ketidaktahuan mereka akan perbedaannya
menyebabkan mereka ditimpa oleh fitnah was-was dan dipermainkan oleh setan.
Sehingga tidaklah ada cairan yang keluar dari kemaluannya (kecuali kencing dan
wadi) yang membuatnya ragu-ragu kecuali dia langsung mandi, padahal boleh jadi
dia hanyalah madzi dan bukan mani. Sudah dimaklumi bahwa yang menyebabkan mandi
hanyalah mani, sementara madzi cukup dicuci lalu berwudhu dan tidak perlu mandi
untuk menghilangkan hadatsnya.
Karenanya berikut definisi dari keempat cairan di atas, yang dari
definisi tersebut bisa dipetik sisi perbedaan di antara mereka:
Kencing:
Masyhur sehingga tidak perlu dijelaskan, dan dia najis berdasarkan Al-Qur`an,
Sunnah, dan ijma’.
Wadi: Cairan
tebal berwarna putih yang keluar setelah kencing atau setelah melakukan
pekerjaan yang melelahkan, misalnya berolahraga berat. Wadi adalah najis
berdasarkan kesepakatan para ulama sehingga dia wajib untuk dicuci. Dia juga
merupakan pembatal wudhu sebagaimana kencing dan madzi.
Madzi:
Cairan tipis dan lengket, yang keluar ketika munculnya syahwat, baik ketika
bermesraan dengan wanita, saat pendahuluan sebelum jima’, atau melihat dan
mengkhayal sesuatu yang mengarah kepada jima’. Keluarnya tidak terpancar dan
tubuh tidak menjadi lelah setelah mengeluarkannya. Terkadang keluarnya tidak
terasa. Dia juga najis berdasarkan kesepakatan para ulama berdasarkan hadits
Ali yang akan datang dimana beliau memerintahkan untuk mencucinya.
Mani:
Cairan tebal yang baunya seperti adonan tepung, keluar dengan terpancar
sehingga terasa keluarnya, keluar ketika jima’ atau ihtilam (mimpi jima’) atau
onani -wal ‘iyadzu billah-, dan tubuh akan terasa lelah setelah
mengeluarkannya.
Berhubung kencing dan wadi sudah jelas kapan waktu keluarnya
sehingga mudah dikenali, maka berikut kesimpulan perbedaan antara mani dan
madzi:
a. Madzi adalah najis berdasarkan ijma’, sementara mani adalah
suci menurut pendapat yang paling kuat.
b. Madzi adalah
hadats ashghar yang cukup dihilangkan dengan wudhu, sementara mani adalah
hadats akbar yang hanya bisa dihilangkan dengan mandi junub.
c. Cairan madzi lebih tipis dibandingkan mani.
d. Mani berbau, sementara madzi tidak (yakni
baunya normal).
e. Mani
keluarnya terpancar, berbeda halnya dengan madzi. Allah Ta’ala berfirman
tentang manusia, “Dia diciptakan dari air yang
terpencar.” (QS.
Ath-Thariq: 6)
f. Mani
terasa keluarnya, sementara keluarnya madzi kadang terasa dan kadang tidak
terasa.
g. Waktu
keluar antara keduanyapun berbeda sebagaimana di atas.
h. Tubuh akan
melemah atau lelah setelah keluarnya mani, dan tidak demikian jika yang keluar
adalah madzi.
Karenanya jika seseorang
bangun di pagi hari dalam keadaan mendapatkan ada cairan di celananya, maka
hendaknya dia perhatikan ciri-ciri cairan tersebut, berdasarkan keterangan di
atas. Jika dia mani maka silakan dia mandi, tapi jika hanya madzi maka
hendaknya dia cukup mencuci kemaluannya dan berwudhu. Berdasarkan hadits Ali
-radhiallahu anhu- bahwa Nabi -alaihishshalatu wassalam- bersabda tentang orang
yang mengeluarkan madzi:
اِغْسِلْ ذَكَرَكَ وَتَوَضَّأْ
“Cucilah
kemaluanmu dan berwudhulah kamu.” (HR.
Al-Bukhari no. 269 dan Muslim no. 303)
Anas bin Malik -radhiallahu anhu- berkata:
أَنَّ أُمَّ سُلَيْمٍ حَدَّثَتْ أَنَّهَا سَأَلَتْ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْمَرْأَةِ تَرَى فِي مَنَامِهَا مَا يَرَى الرَّجُلُ, فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا رَأَتْ ذَلِكِ الْمَرْأَةُ فَلْتَغْتَسِلْ. فَقَالَتْ أُمُّ سُلَيْمٍ: وَاسْتَحْيَيْتُ مِنْ ذَلِكَ. قَالَتْ: وَهَلْ يَكُونُ هَذَا؟ فَقَالَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: نَعَمْ, فَمِنْ أَيْنَ يَكُونُ الشَّبَهُ؟! إِنَّ مَاءَ الرَّجُلِ غَلِيظٌ أَبْيَضُ وَمَاءَ الْمَرْأَةِ رَقِيقٌ أَصْفَرُ فَمِنْ أَيِّهِمَا عَلَا أَوْ سَبَقَ يَكُونُ مِنْهُ الشَّبَهُ
“Bahwa Ummu Sulaim pernah bercerita bahwa
dia bertanya kepada Nabi Shallallahu'alaihiwasallam tentang wanita yang
bermimpi (bersenggama) sebagaimana yang terjadi pada seorang lelaki. Maka
Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda, "Apabila perempuan
tersebut bermimpi keluar mani, maka dia wajib mandi." Ummu Sulaim berkata,
"Maka aku menjadi malu karenanya". Ummu Sulaim kembali bertanya,
"Apakah keluarnya mani memungkinkan pada perempuan?" Nabi
Shallallahu'alaihiwasallam bersabda, "Ya (wanita juga keluar mani, kalau
dia tidak keluar) maka dari mana terjadi kemiripan (anak dengan ibunya)?
Ketahuilah bahwa mani lelaki itu kental dan berwarna putih, sedangkan mani
perempuan itu encer dan berwarna kuning. Manapun mani dari salah seorang mereka
yang lebih mendominasi atau menang, niscaya kemiripan terjadi karenanya." (HR. Muslim no. 469)
Imam An-Nawawi berkata dalam Syarh Muslim (3/222),
"Hadits ini merupakan kaidah yang sangat agung dalam menjelaskan bentuk
dan sifat mani, dan apa yang tersebut di sini itulah sifatnya di dalam keadaan
biasa dan normal. Para ulama menyatakan: Dalam keadaan sehat, mani lelaki itu
berwarna putih pekat dan memancar sedikit demi sedikit di saat keluar. Biasa
keluar bila dikuasai dengan syahwat dan sangat nikmat saat keluarnya. Setelah
keluar dia akan merasakan lemas dan akan mencium bau seperti bau mayang kurma,
yaitu seperti bau adunan tepung.
Warna mani bisa berubah disebabkan beberapa hal di antaranya:
Sedang sakit, maninya akan berubah cair dan kuning, atau kantung testis melemah
sehingga mani keluar tanpa dipacu oleh syahwat, atau karena terlalu sering
bersenggama sehingga warna mani berubah merah seperti air perahan daging dan
kadangkala yang keluar adalah darah.”]
Tambahan:
1. Mandi junub hanya diwajibkan saat ihtilam (mimpi jima’) ketika ada cairan yang keluar. Adapun jika dia mimpi tapi tidak ada cairan yang keluar maka dia tidak wajib mandi. Berdasarkan hadits Abu Said Al-Khudri secara marfu’:
1. Mandi junub hanya diwajibkan saat ihtilam (mimpi jima’) ketika ada cairan yang keluar. Adapun jika dia mimpi tapi tidak ada cairan yang keluar maka dia tidak wajib mandi. Berdasarkan hadits Abu Said Al-Khudri secara marfu’:
إِنَّمَا الْمَاءُ مِنَ الْمَاءِ
“Sesungguhnya air itu hanya ada dari air.” (HR. Muslim no. 343)
Maksudnya: Air (untuk mandi) itu hanya diwajibkan ketika keluarnya air (mani).
Maksudnya: Air (untuk mandi) itu hanya diwajibkan ketika keluarnya air (mani).
2. Mayoritas ulama mempersyaratkan wajibnya mandi dengan adanya syahwat ketika keluarnya mani -dalam keadaan terjaga. Artinya jika mani keluar tanpa disertai dengan syahwat -misalnya karena sakit atau cuaca yang terlampau dingin atau yang semacamnya- maka mayoritas ulama tidak mewajibkan mandi junub darinya. Berbeda halnya dengan Imam Asy-Syafi’i dan Ibnu Hazm yang keduanya mewajibkan mandi junub secara mutlak bagi yang keluar mani, baik disertai syahwat maupun tidak.
Wallahu a’lam.
Sumber: http://al-atsariyyah.com/perbedaan-mani-madzi-kencing-dan-wadi.html
Untuk penjelasan lebih lanjut, ada baiknya pembaca meng-klik link di atas untuk membaca pertanyaan-pertanyaan yang berkenan dengan topik di atas agar dapat dipahami lebih jauh. Semoga bermanfaat.
Untuk penjelasan lebih lanjut, ada baiknya pembaca meng-klik link di atas untuk membaca pertanyaan-pertanyaan yang berkenan dengan topik di atas agar dapat dipahami lebih jauh. Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar