Dari Amirul
mu'minin Abu Hafsh Umar bin Al-khaththab r.a. berkata: Saya mendengar
Rasulullah SAW bersabda,
"Sesungguhnya amalan itu
tergantung pada niatnya dan tiap-tiap manusia itu memperoleh apa yang dia
niatkan. Barangsiapa yang hijrah karena Allah dan Rasul-Nya, hijrahnya itupun
kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang hijrahnya untuk tujuan dunia yang
hendak diperolehnya ataupun untuk seorang wanita yang hendak dinikahinya, hijrahnya
pun pada apa yang ia tuju." (HR.Bukhari Muslim)
Hadits
yang mulia ini memiliki kaidah yang penting dari kaidah-kaidah Islam, yaitu
qiyas yang tepat untuk menentukan suatu amalan, apakah amalan tersebut diterima
atau tidak, berpahala atau tidak.
Rasulullah
SAW menyatakan bahwa amalan itu tergantung niatnya. Jika niatnya shalih dan
ikhlas karena Allah SWT, amalan tersebut diterima sebagai suatu ibadah. Jika
sebaliknya, amalannya hanya sebatas ganjaran dunia dan ganjaran akhirat berupa
pahala tidak diperoleh (sebagaimana hadits di atas).
Niat
dalam syari’at itu ada dua:
1. Ikhlas
dalam beramal karena Allah SWT semata. Makna ini yang paling tinggi. Hal ini
telah dibahas oleh para ahli tauhid, ulama siyar, dan ulama suluk.
2. Membedakan
suatu ibadah dari yang lainnya. Hal ini dibahas oleh ahli fiqih.
Niat
itu untuk membedakan antara ibadah dengan kebiasaan (rutinitas), contoh: mandi
junub. Jika seseorang mandi dengan tujuan mandi junub, mandinya adalah ibadah.
Tetapi jika bertujuan sekedar rutinitas, hal ini adalah kebiasaan.
Melangkah
dari hal tersebut di atas, apakah setelah melihat, membaca, ataupun mendengar
informasi mengenai efek suatu ibadah terhadap kesehatan tubuh atau terhadap aspek
lain (yang bermanfaat), niat kita masih tulus ikhlas beribadah
karena mengharap rahmat-Nya dan meyakini bahwa segala sesuatu yang
diperintahkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya memiliki hikmah atau hanya sekedar untuk
mendapatkan manfaat dari ibadah tersebut? Jangan sampai kita termasuk
orang-orang yang mengalaminya secara tidak sadar.
Untuk
itu, terlebih dahulu penulis akan memaparkan beberapa teori mengenai baik dan
buruk ditinjau dari beberapa aliran filsafat dan juga berasal dari agama Islam
agar dapat membedakan pemikiran yang benar dan yang menyimpang.
Pengertian
Baik dan Buruk
Dari
segi bahasa, baik adalah terjemahan dari kata khoir (dalam bahasa Arab) atau
good (dalam bahasa Inggris). Dikatakan bahwa yang disebut baik adalah sesuatu
yang menimbulkan rasa keharuan dan kepuasan, kesenangan, persesuaian, dan
seterusnya. Dikatakan buruk jika sesuatu yang dinilai sebaliknya dari yang
tidak baik dan tidak disukai kehadirannya oleh manusia.
Peraturan
Baik dan Buruk
Membicarakan
baik dan buruk pada perbuatan manusia, penentuan dan karakternya baik dan buruk
perbuatan manusia dapat diukur melalui fitrah manusia. Menurut Poedja Wijatna,
baik dan buruk berhubungan dengan perkembangan pemikiran manusia dengan
pandangan filsafat tentang manusia (antropologi metafisika). Hal ini tergantung
pula dari metafisika pada umumnya.
Ada
beberapa aliran-aliran filsafat yang mempengaruhi penentuan baik dan buruk.
Tetapi penulis memfokuskan pada beberapa aliran-aliran yang sering dijumpai.
A. Baik Buruk Menurut Paham Hedoisme
Paham
Hedoisme adalah aliran filsafat yang terhitung tua karena berakar pada
pemikiran filsafat Yunani. Menurut paham ini, perbuatan yang baik adalah
perbuatan yang banyak mendatangkan kelezatan, kenikmatan, dan kepuasan nafsu
biologis. Aliran ini tidak mengatakan bahwa semua perbuatan mengandung
kelezatan, melainkan adapula yang mendatangkan kepedihan. Apabila disuruh
memilih mana perbuatan yang harus dilakukan, ia akan memilih melakukan hal yang
mendatangkan kelezatan. Apabila terjadi keraguan dalam memilih sesuatu, ia memerhitungkan
banyak sedikitnya kelezatan dan kepedihannya. Sesuatu itu baik apabila diri
seseorang yang melakukan perbuatan mengarah kepada tujuan.
B. Baik Buruk Menurut Paham Utilitarianisme
Paham
ini ditujukan untuk sesama manusia atau semua makhluk yang memiliki perasaan.
Paham ini cenderung ekstrem dan melihat kegunaan hanya dari sudut pandang
materialistik. Kegunaan dalam arti bermanfaat yang tidak hanya berhubungan
dengan materi, melainkan juga yang bersifat rohani bisa diterima. Kegunaan
tersebut dapat diterima jika yang digunakan itu hal-hal yang tidak menimbulkan
kerugian bagi orang lain.
C. Baik Buruk Menurut Paham Tradisonal
Tiap
umat manusia mempunyai adat atau tradisi dan peraturan tertentu yang dianggap
baik untuk dilaksanakan. Karena itu, kapan dan dimanapun juga, baik dan
buruknya dipengaruhi oleh adat kebiasaan atau tradisi bangsanya karena lahir
dalam lingkungan bangsanya.
Baik
dan Buruk Menurut Ajaran Islam
Ajaran
Islam adalah ajaran yang bersumberkan wahyu Allah SWT, Al Qur’an, yang penjabarannya
dilakukan oleh hadits Nabi Muhammad SAW. Menurut ajaran Islam, penentuan baik
dan buruk harus didasarkan pada petunjuk Al Qur’an dan Al Hadits. Inilah yang
membedakan ajaran Islam dengan aliran-aliran filsafat yang dipaparkan di atas.
Ketika
suatu ibadah diperintahkan, misalnya shalat, ajaran Islam memerintahkan untuk
melaksanakannya dengan niat beribadah kepada Allah SWT tanpa memikirkan apa
keuntungan atau kerugiannya.
“Dan tidaklah Aku menciptakan
jin dan manusia, melainkan untuk beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyat:56)
Berbeda
dengan pemikiran-pemikiran yang tidak sejalan dengan aqidah Islam, seperti paham
hedonisme. Orang-orang yang termasuk dalam pemikiran ini akan bertanya-tanya
bahkan memikirkan apa keuntungan dan kerugian yang akan didapatkannya. Jika
keuntungannya lebih besar, mereka akan melaksanakannya tanpa didasari dengan
niat ikhlas untuk beribadah kepada Allah SWT.
*****
Untuk memberikan keterangan yang lebih
jelas, penulis mengambil beberapa hadits shahih dari Rasulullah SAW mengenai
salah satu adab tidur, yaitu tidur baring ke kanan.
“Berbaringlah
di atas rusuk sebelah kananmu.” (HR. Bukhari Muslim)
“Sesungguhnya
(posisi tidur tengkurap) itu adalah posisi tidur yang dimurkai Allah Azza Wa
Jalla.” (HR. Abu Dawud)
Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam pernah melewati seorang laki-laki yang tidur dengan posisi
tengkurap maka beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya
ini adalah posisi tidur yang tidak disukai oleh Allah Azza Wa Jalla. (HR.
Ahmad)
Berikut
adalah hikmah-hikmah yang terkandung dalam hadits-hadits tersebut ditinjau dari
aspek medis berdasarkan hasil penelitian.
Posisi
tidur terbaik menurut riset ilmiah adalah dengan bertumpu pada sisi kanan tubuh
(menghadap ke kanan). Fakta yang telah diuji melalui riset medis modern ini
bersesuaian dengan anjuran Rasulullah SAW dalam sunnah jauh sebelum era riset
dan teknologi seperti sekarang. Rasulullah SAW menganjurkan kepada para
pengikut beliau untuk tidur berbaring pada sisi badan bagian kanan. Dalam
sunnah, posisi tidur diusahakan agar kepala menghadap ke utara dan kaki
mengarah ke selatan sehingga tubuh tidak menolak arus atau medan magnet konstan
mengaliri sekujur tubuh dari kutub magnetik utara menuju ke selatan. Hal ini
berpengaruh baik terhadap sistem syaraf.
Lambung
manusia berbentuk seperti tabung berbentuk koma dengan ujung katup keluaran
menuju usus menghadap kearah kanan bawah. Jika seseorang tidur baring kiri, proses pengeluaran chime (
makanan yang telah dicerna oleh lambung dan bercampur asam lambung ) akan
sedikit terganggu. Hal ini akan memperlambat proses pengosongan lambung.
Hambatan ini pada akhirnya akan meningkatkan akumulasi asam yang akan
menyebabkan erosi pada dinding lambung. Posisi ini juga akan menyebabkan cairan
usus yang bersifat basa dapat kembali masuk menuju lambung akibat erosi dinding
lambung dekat pylorus.
Percobaan
yang dilakukan oleh Galteh dan Butseh menemukan bahwa makanan dari lambung menuju
ke usus membutuhkan waktu 2,5-4,5 jam jika tidur baring kanan dan membutuhkan
waktu 5 sampai 8 jam jika tidur baring kiri.
Posisi
tidur baring kanan yang rata memungkinkan darah terdistribusi merata dan terkonsentrasi
di sebelah kanan (bawah). Hal ini akan menyebabkan beban aliran darah yang
masuk dan keluar jantung lebih rendah. Dampak posisi ini adalah denyut jantung
menjadi lebih lambat dan tekanan darah juga akan menurun. Kondisi ini akan
membantu kualitas tidur. Tidur miring ke kanan juga membuat jantung tidak
tertimpa organ lainnya. Hal ini disebabkan karena posisi jantung yang lebih
condong berada di sebelah kiri. Tidur bertumpu pada sisi kiri menyebabkan curah
jantung meningkat karena volume darah yang masuk ke atrium meningkat. Hal ini
akan bertambah buruk bagi mereka yang memiliki riwayat gagal jantung kronis
atau telah mengalami serangan jantung.
Penelitian
dari Australia menyatakan kematian anak-anak tiga kali lebih tinggi apabila
mereka tidur dengan posisi tengkurap dibandingkan jika mereka tidur di lambung
kanan atau kiri.
Majalah
‘Times’ menyatakan kajian di Britain telah menunjukkan peningkatan kasus
kematian mengejutkan pada anak-anak yang tidur tengkurap.
*****
Bagaimana tanggapan kita setelah membaca
hadits tersebut? Bagaimana pula tanggapan kita setelah membaca beberapa hikmah
dibaliknya? Apakah dengan ini niat kita beribadah mengikuti sunnah rasul masih
dilandasi oleh ketakwaan kepada Allah SWT dan kecintaan kepada rasul-Nya? Atau
hanya sekedar ingin mendapatkan manfaat dan efek dari ibadah tersebut?
Apakah dulunya kita termasuk orang-orang
yang yakin terhadap sunnah rasul dan setelah membaca hal tersebut keyakinan
kita bertambah? Ataukah kita temasuk orang-orang yang dahulunya ragu tetapi
setelah membaca hal tersebut, barulah timbul keyakinan kita karena hal tersebut
memiliki manfaat?
“Sesungguhnya
orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada
Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan
harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.”
(QS. Al-Hujurat: 15)
Dalam persoalan yang kecil bahkan seperti
posisi tidur, telah diatur oleh Islam. Tetapi kebanyakan dari kita melupakan
adab-adab yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Kita sering lalai bahkan
mengikuti hawa nafsu tanpa memikirkan bahwa hal tersebut adalah sesuatu yang
dilarang. Jika merasa nyaman, itulah yang akan dilakukan. Tetapi setelah
mendengar dan membaca bahwa hal tersebut tidak baik bagi kesehatan tubuh secara
medis dari berbagai penelitian, mereka pun menjahuinya (atas dasar hasil
penelitian).
Apakah ini yang menggambarkan seorang
muslim? Apakah kita harus menunggu dan menunggu lagi hasil
penelitian-penelitian berikutnya barulah kita akan meyakini ajaran agama Islam?
Penutup
Allah SWT dapat dengan mudah menjadikan
kita sebagai orang kafir, mukmin atau tidak keduanya, semudah membalikkan
telapak tangan (QS. Yasin: 82). Tetapi Allah SWT menciptakan dua kekuatan dalam
diri manusia, yaitu akal dan hati yang tidak dimiliki makhluk apapun yang diciptakan-Nya.
Allah SWT memberikan kebebasan kepada manusia untuk menggunakan akal dan hati
dalam mencari petunjuk menuju kehidupan yang indah dan abadi di syurga-Nya
dengan bekal keridhoan-Nya.
Namun, jika akal dipergunakan untuk
memahami ajaran dan perintah Allah SWT dan rasulNya, inilah yang berbahaya.
Ketika sejalan dengan pemikirannya, mereka akan ikuti. Tetapi jika tidak,
mereka akan tinggalkan.
Akan sangat naif jika kita mengikuti
ajaran-ajaran baginda Rasulullah SAW hanya disebabkan telah adanya hasil
penelitian dari para ilmuwan dan bukan karena kecintaan dan keyakinan kita
terhadap pedoman-pedoman hidup yang beliau ajarkan. Tentunya, di sisi Allah SWT
pun tidak akan bernilai pahala apabila pedoman-pedoman hidup tersebut kita
ikuti bukan karena keikhlasan dan ketakwaan kepada Allah SWT serta keyakinan
dan kecintaan kepada Rasulullah SAW, tetapi hanya karena hasil penelitian
manusia. Allah SWT
berfirman,
“Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Qur’an kepadamu (Muhammad), kitab
(Al-Qur’an),
dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan
kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan
Allahlah agama yang bersih dari syirik.”
(QS. Az-Zumar:2-3)
Kemudian dalam surat yang sama, Allah SWT
memerintahkan Rasulullah SAW
agar mendeklarasikan hakikat
keikhlasan ini kepada umatnya.
“Katakanlah Muhammad,
sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan mengikhlaskan
ketaatan kepada-Nya
dalam menjalankan agama.” (QS.
Az-Zumar:11)
Lihatlah
para sahabat di jaman Rasulullah SAW. Ketika mereka diperintahkan melakukan
suatu ibadah, mereka berkata, “Kami
dengar dan kami taat” (QS Al-Baqarah: 285). Mereka tidak berkata, “Kami
dengar, kami bertanya, lalu kami taat”, seperti kaum yang menganut paham
hedonisme yang mempertimbangkan apakah itu membuatnya bahagia atau tidak. Dengan
kesempurnaan iman yang dimiliki tanpa memikirkan apa keuntungan atau kerugian
bagi dirinya, mereka (para sahabat rasul) melakukannya dengan ikhlas untuk
mengikuti sunnah rasul. Karena mereka yakin bahwa apa yang diajarkan oleh
Rasulullah SAW adalah benar.
“Apa
yang diberikan Rasul kepada kalian maka terimalah ia. Dan apa yang dilarangnya
bagi kalian maka tinggalkanlah”
(QS. al-Hasyr:7)
Segala perilaku, ucapan, perintah,
himbauan, dan tindak tanduk Rasulullah SAW adalah petuah, petunjuk, dan pedoman
hidup kita sebagai umat muslim. Sudah sepatutnya kita meniru semampunya dengan
keyakinan bahwa apa yang dibawanya adalah kebenaran dan pasti bermanfaat bagi kehidupan
kita di dunia dan di akhirat kelak.
“Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah.”
(QS. al-Ahzab:21)
Jadikanlah ketaatan kita mengikuti
Rasulullah SAW adalah sebagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT dan sebagai
bentuk kecintaan kepada Rasulullah SAW.
"Dan
barangsiapa yang menaati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama
dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah. (QS. An-Nisaa’:69)
"Barangsiapa
yang menaati Rasul berarti dia menaaati Allah.." (QS. An-Nisa’:80)
“ ... barangsiapa
menghidupkan sunnahku, berarti dia mencintaiku dan barangsiapa mencintaiku,
maka dia akan bersamaku di surga.“ (HR Tirmidzi)
Sederhananya, tak perlulah kita menunggu hasil-hasil penelitian medis dan ilmiah lainnya untuk memercayai
lalu mengikuti petunjuk-petunjuk yang telah diajarkan. Semoga Allah SWT
menghidayahkan petunjuk-Nya bagi kita agar tetap istiqamah di jalan-Nya.
Wallahu ‘alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar