Senin, 30 Juli 2012

agar tidak galau, pantaskan diri Anda!


Bismillah.

Ada dua buah kisah yang saya ambil dari buku “Jangan Jatuh Cinta Tapi Bangun Cinta” yang ditulis oleh Setia Furqon Kholid (penulis buku best seller “Jangan Kuliah! Kalau gak sukses” ).  Semoga kisah tersebut menginspirasi kita dalam membangun kehidupan yang lebih baik.
Penasaran?  Yuk lanjutin bacanya!


Suatu hari, seorang anak lelaki bertanya pada sang ibu.
“Bu, jika kelak anakmu ini akan menikah, istri seperti apa yang mesti kupilih?”
Sang ibu yang bijak pun menjawab,
“Nak, seorang istri yang baik adalah dia yang saat kau pandang hilanglah resahmu. Saat kau bersamanya tentram hatimu. Saat kau pamit menjemput rezki, ia lambaikan tangannya sambil mendoakanmu.”

“Tapi bu,, Aku kan belum tahu sifatnya. Bagaimana aku dapat mengenalnya?” Sang anak menyela.
Sang ibu menjawab, ”Nak,,,jika kau ingin melihat kasih sayangnya  padamu, lihatlah bagaimana ia memuliakan ayah bundanya. Jika kau ingin tahu apakah ia kasih terhadap anak-anakmu kelak, lihatlah perlakuannya terhadap adik kakaknya.”

Sang ibu menandaskan kembali,
“Nak,,,jodohmu sudah ada di tangan-Nya. Jangan pernah kau khawatirkan. Khawatirlah jika kau belum bisa memperbaiki diri. Khawatirlah bila kau belum pantas menjadi seorang suami bagi pendampingmu. Khawatirlah jika ibadahmu hanya untuk dilihat olehnya. Padahal Allah yang memberikannya untukmu.
Nak,,,perbaiki akhlakmu, maka kau akan mendapatkan gadis pujaan hatimu. Luruskan niatmu, maka kau akan mendapatkan bidadari dunia akhiratmu. Sempurnakanlah ikhtiarmu, maka jodohmu akan mendekat kepadamu,” pesan sang ibu.

Sang anak pun mengerti. Ia pun berkata, “akhirnya aku tersadar, hanya kepada Allahlah tempat aku bersandar. Yang akan menguatkan hatiku yang terkapar. Insya Allah azzamku akan terwujud lancar. Mohon doanya, bu.”
Sang ibu pun tersenyum dan mendoakan putranya.

Kalau ada malam, ada siang kan? Kalau di atas kisah tentang sang lelaki, berikut ini buat sang wanita. Lanjut yaa!

Seorang wanita yang ingin menggenapkan Dinnya (agama) bertanya pada ibunya, “Ibu, ajarkan anakmu ini untuk memilih pendamping hidup!”

Sang ibu tersenyum dan dengan bijak menjawab,
“Anakku, janganlah kau menikahi seorang lelaki hanya karena ketampanannya, kelak kau kan kecewa karena ia pasti menua.
Nak, jangan pula kau memilihnya hanya karena ia banyak dikagumi wanita karena kau belum tahu apa kekurangannya. Tidak pula karena kekayaannya atau nasabnya. Kekayaan tidak pernah kekal, nasab takmenjamin kemuliaan dirinya.”

“Nak,
Pilihlah ia karena akhlaknya yang mulia
Pilihlah ia karena kasihnya pada sesama
Pilihlah ia karena imannya yang tiada duanya”
Tambah sang ibu.

“Bu, lalu bagaimana aku tahu dirinya akan membuatku bahagia? Padahal belum tentu dia kaya, tampan, dan terkenal?” tanya sang anak.

“Nak, ketampanan dan kecantikan ada pada hati yang merasa. Kaya ada pada hati yang qonaah. Terkenal dihadapan manusia belum tentu mulia dihadapan-Nya.”

“Perbaikilah akhlakmu, perbarui niatmu, kuatkan imanmu, perbanyak amalmu...
Lalu, jika hari itu tiba,
Terimalah sosok lelaki yang berani melamarmu. Setidaknya dia berniat baik kepadamu bukan dengan menebar pesonanya, tetapi karena keinginannya untuk menjaga kesucian cinta. Kau tentu boleh memilih, tetapi ingatlah,,,Jika kau alihkan cintamu pada harta, ketenaran, ketampanan juga nasabnya, kau pasti akan kecewa karena boleh jadi itu hanya topeng dirinya.”

Intinya adalah memantaskan diri (baca: memperbaiki diri).
“Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk perempuan-perempuan yang keji (pula), sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula)” (QS. An-Nur: 26)

Saya pikir, hal ini berlaku universal. Misalnya nih, kita mau berangkat ke tanah suci. Nggak mungkinkan kita melakukan ibadah haji tetapi belum “memantaskan diri” dengan cara mempunyai ilmu dalam melaksanakan ibadah haji? Contoh lainnya, buat adik-adik yang mau masuk universitas atau fakultas favoritnya. Nggak mungkinkan bisa lulus di universitas atau fakultas tersebut kalau belum “memantaskan diri” dengan belajar, berdoa, dan tawakkal?

Maka, sekali lagi, pantaskanlah diri Anda untuk mendapatkan hal yang terbaik dalam hidup Anda.
Ambil hikmahnya yaa! Tetap semangat dan istiqamah.

Semoga bermanfaat

1 komentar: